Sunday, August 30, 2009

Menyisir Putra Demak di Ibu Kota

Angkatan 87 sma 1 demak, demak kota wali beramal, gerobak penjual nasi goreng asal DemakMenarik dan haru sekaligus bangga kepada semua putra putri dari Demak yang bertaburan disetiap wilayah ibu kota Jakarta. Berkarya sesuai bidangnya masing masing. Mudah mudahan semua saudaraku yang berketetapan hati menapakkan kakinya di Jakarta dan sekitarnya dimudahkan semua urusan dan cita citanya oleh Allah Tuhan yang maha kuasa.

Dari mulai mencari penghasilan dengan ojek, sopir bajaj, sopir taxi, warung makan, penjual buah, karyawan kantor, pegawai negeri, pegawai swasta, sampai direktur, saya tahu betul kalau putra putri Demak dikenal di Ibu Kota sebagai pribadi yang sangat taat beribadah.

Berikut saya kutipkan sisi perjuangan putra Demak yang menjual nasi goreng dengan gerobak di Jl. Muwardi Grogol Jakarta, biasa dipanggil mas Deni yang sekarang harus berhenti berjualan. Dan ternyata membuat pelanggan setianya susah berpindah kelain hati karena bumbu racikan nasi goreng mas Deni dengan dagingnya yang empuk dan gurih. Seperti dituliskan keluh kesahnya Pak Bambang Saputro warga Jakarta berikut ini.


Kembalikan Tangan Emas Deni-ku

Gerobak nasi goreng ini terletak di jalan Muwardi Grogol.

Penjualnya anak Demak, Deni, mudah dicirikan usia 30-an tinggi kurus dan berambut gondrong.

Saat diabadikan gerobak ini sepi. Maklum masih ada delapan jam ke depan menunggu beduk buka puasa.

Deni-pun hanya buka pada malam hari.

Semula keluarga kami amat menyukai masakannya. Satrio misalnya, nyaris tiada hari tanpa nasi goleng (ia tetap dengan keterbatasannya menyebut "R" menjadi "L"). Dagingnya empuk, besar-besar dan ramuan bumbunya pas di lidah.

Malu makan ditempat biasanya kami memilih dan dibungkus. Jepret bunyi karet gelang pengikat dilepas dan pembungkusnya berupa kertas coklat berlilin dibuka. Sesaat terhamparlah gunungan nasi goreng dengan beberapa butir yang hangus akibat kerak yang terbentuk di dasar wajan.

Lalu butir nasi seperti tak sudi bergelut - pecah berhamparan sampai keluar kertas. Bau bawang goreng, kecap sedikit hangus, warna nasi kecoklatan dipadu dengan acar dalam plastik dijepret seperti hipnotis masakan Deni.

Sendok pertama biasanya dimulai dari pinggiran gunung nasi sambil menunggu panasnya mereda.

Perlahan gunung nasi dikikis ketengah-ketengah. Dan tak terasa nasi yang sepintas seperti "too much" menjadi "too small" - Ilmu makan nasi gorengpun - saya terapkan dalam hidup. Kalau menemui persoalan yang ruwet, selesaikan dulu sedikit dari pinggir sebelum terjun ke tengahnya.

Belakangan, usaha Deni mulai redup dan mendekati jalan di tempat. Selain bahan-bahan mulai merangkak naik harganya, banyak kerabat Deni makan hari ini bayar besok. Modal yang memang cekak terpaksa minus lantaran ia bak IMF plus doa mudah-mudahan ada tetangga yang bayar hutang masakannya.

Lalu Deni memilih meninggalkan usaha nasi goreng dan berpindah menjadi penarik Ojek. Kami kehilangan kehangatan masakannya. Namun desakan Nasi Goreng Must Go On membuat kami berjuang dan dapatkan pengganti tak jauh dari lokasi Deni, sebuat saja nasi Goreng Depan Mesjid yang menyediakan masakan dengan bumbu 27Propinsi - ini gaya bahasa slengekan keponakan saya Gilang.

Kabar gembira. Dengan alasan tidak jelas - bajaj ia biarkan berlalu-dan Deni kembali ke haribaan pengoreng besinya.

Kamipun rindu dengan masakannya. Sayang, daging kambingnya sekarang mengkerut dan yang lebih sial, rasa masakannya seperti lelakon "Deni Minta Kawin.." - maksudnya cuma asin yang menonjol.

Umumnya restoran ditinggalkan pelanggan jika Juru masaknya hengkang dan diganti koki lain. Tetapi entah apa yang terjadi dengan Deni. Nampaknya Deni kehilangan sentuhan magic tangannya.

Lagi-lagi Gilang memberikan komentar "gara-gara kebiasaan hidup dalam getaran setang bajaj. Tangan Deni kehilangan feeling seberapa banyak bumbu musti di carup (campur-jawa)."

Deni, kalau kamu tidak berbenah diri pesona rambut gondrongmu tidak akan menolong pembeli datang. Cari dan kembalikan tangan emasmu.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails

The Pure of Wisdom

People who have a sincere policy is just a normal person. Something of the incredible human and extraordinary will not survive long. Who survive long is it - the simple and ordinary prose. All that is made will be lost their natural taste. Only natural that only the pure.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Orang yang memiliki kebijakan sejati hanyalah orang biasa. Sesuatu karya manusia yang menakjubkan dan luar biasa tidak akan bertahan lama. Yang bertahan lama adalah hal - hal yang sederhana dan biasa biasa saja. Semua yang dibuat akan kehilangan rasa alaminya. Hanya yang alami saja yang sejati.
 
© Copyright by angkatan 87 : SMA 1 DEMAK  |  Template by Blogspot tutorial