Hujan Iringi Rombongan Pembawa Minyak Jamas
DEMAK - Hujan cukup deras menyertai iring-iringan pembawa minyak jamas yang akan digunakan untuk menjamas pusaka peninggalan Sunan Kalijaga, Jumat (27/11).
Meski basah kuyup, sebagian tetap melanjutkan hingga ke Kadilangu. Iring-iringan yang terus melanjutkan antara lain bupati, wakil bupati dan muspida yang berada di barisan depan rombongan pengantar minyak jamas. Tampak baju bupati beserta Hj Hermini Tafta Zani basah terkena hujan.
Pasukan patang puluhan yang berada di belakang kereta kuda pembawa jamas terlihat tetap tegap, berjalan dari pendapa kabupaten sampai ke Sasana Rengga Nata Bratan, tempat penyerahan minyak ke Kasepuhan Kadilangu.
Puncak grebeg besar berupa penjamasan pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga, yakni Keris Kiai Cerubuk dan Kotang Ontokusumo. Prosesi tersebut diawali dengan penyerahan minyak jamas dari Bupati H Tafta Zani kepada Lurah Tamtama yang diperankan Edi Suntoro.
Namun sebelumnya dipentaskan pagelaran Tari Bedhaya Tunggal Jiwa. Tarian ini melambangkan ’’manunggale kawula lan gusti’’, yang dibawakan oleh sembilan remaja putri.
Setelah menerima minyak jamas, lurah tamtama kemudian membawanya ke kasepuhan ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu.
Perjalanan minyak jamas dikawal oleh bhayangkara Kerajaan Demak Bintoro ’’Prajurit Patangpuluhan’’ dan diiringi kesenian tradisional Demak.
Di antaranya, barongan, kuda lumping, serta rombongan santri. Bersamaan dengan itu, bupati beserta rombongan menuju Kadilangu dengan mengendarai kereta berkuda.
Saat rombongan bergerak dan baru sampai Jalan Sultan Fatah tepatnya depan pecinan, tiba-tiba hujan turun cukup deras.
Sebagian tetap melanjutkan perjalanan, tetapi sebagian lainnya memilih balik kanan, karena andong yang membawa mereka tanpa penutup sehingga basah terkena hujan.
Ratusan warga yang sebelumnya telah berada di tepi jalan yang akan dilewati iring-iringan pun memilih bubar. Mereka berteduh di toko-toko sepanjang Jalan Sultan Fatah dan Jalan Kadilangu.
Jamas Pusaka
Sesampai di Nata Bratan, minyak tersebut diserahkan kepada perwakilan kasepuhan ahli waris Sunan Kalijaga. Dilanjutkan di bawa ke pemakaman Kadilangu untuk menjamas dua pusaka agung. Sebelum penjamasan, dilaksanakan doa bersama Sesepuh ahli waris Sunan Kalijaga Raden H Soedioko.
Sesepuh kemudian masuk ke cungkup makam Sunan Kalijaga bersama bupati, muspida dan anggota ahli waris lainnya. Di tempat itulah penjamasan pusaka Keris Kiai Cerubuk dan Kotang Ontokusumo dilakukan. Penjamasan dilakukan dengan mata tertutup.
Konon, jika penjamasan dengan mata terbuka akan membuat mata yang memandikan pusaka tak bisa melihat lagi.
Menurut Kabag Humas Setda Demak, Rudi Santosa SH, penjamasan dilakukan dengan mata tertutup.
Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati.
’’Artinya, ahli waris sudah bertekat bulat untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati.’’
Pusaka Kotang Ontokusumo, lanjut dia, berwujud ageman yang dikiaskan sebagai pegangan santri yang dipakai Sunan Kalijaga setiap kali berdakwah. Penjamasan pusaka-pusaka tersebut didasari oleh wasiat Sunan Kalijaga sebagai berikut, ’’Agemanku.
Besuk yen aku wis dikeparengake sowan engkang Maha Kuwaos, selehna neng nduwur peturonku. Kajaba kuwi, sawise aku kukut, agemanku jamas ana.’’
Melalui proses penjamasan tersebut, diharapkan umat Islam dapat memetik makna yakni kembali ke fitrah dengan mawas diri, senantiasa berbuat kebaikan dan mensucikan diri dari dosa serta meningkatkan iman dan taqwa Kepada Allah SWT.
Sumber : Suara Merdeka
0 comments:
Post a Comment