Keladi Tikus, ya tanaman Keladi Tikus sekarang ini merupakan tanaman obat yang sangat populer sebagai penyelamat bagi penderita kanker. Keladi Tikus mempunyai nama latin Thyponium flagelliforme (Lodd), termasuk kedalam famili tumbuhan Araceae. Tumbuhan yang punya nama asing Rodent Tuber ini telah digunakan oleh penduduk negeri tetangga kita, Malaysia, sebagai obat penyakit kanker.
Di Indonesia, tanaman ini sudah menjadi primadona bagi pencari kesembuhan atas penyakit kanker yang dideritanya. Bahkan banyak testimoni yang mengisahkan bagaimana seorang penderita kanker ganas yang sudah masuk kategori stadium 3 yang oleh kalangan medis sudah angkat tangan, bisa manjur dan sembuh dari kanker berkat mengkonsumsi sari tanaman ini.
Keladi Tikus, Obat Herbal Pembunuh Kanker
Berikut saya kutipkan testimoni dari mereka yang terbebas dari tiga kanker sekaligus berkat daun Keladi Tikus :
Setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker, Yap dinyatakan sembuh pada 5 Agustus 1994. Saya memiliki kesempatan bertemu Yap pada 18 Maret 1999. Anda bisa melihat percakapan kami dalam video di situs kami: www.cacare.com Di bawah ini adalah cuplikan wawancara.
Saya terserang 3 kanker. Satu di usus, 15 tahun lalu. Yang kedua pada rektum 10 tahun setelah yang pertama. Akibatnya saya harus mengenakan colostomy bag selama hidup saya. Kemudian datang serangan kanker ketiga, di belakang kelenjar prostat. Segera setelah kemoterapi kedua, kanker itu kembali lagi. Dokter mengatakan bahwa ia tak bisa melakukan apa-apa; ia tak bisa melakukan radioterapi karena kanker itu berada di belakang kelenjar prostat. Selain itu, setelah tiga kali operasi ia tak bisa mengoperasi saya lagi. Ia hanya bisa memberi saya kemoterapi.
Saya bertanya pada Dokter, “Saya sudah menyelesaikan kemoterapi dan Anda menyuruh saya melakukannya lagi. Ini berarti sel kankernya tidak terpengaruh oleh kemoterapi?” Dokter mengiyakan. Jadi saya pulang dan menolak, tentu saja, untuk menjalani kemoterapi.
Saya merenungkan bagaimana supaya bisa meninggal secara terhormat. Penderita kanker selalu meninggal dengan menyedihkan, dengan sakit di sekujur tubuhnya. Selain itu, terkadang bahkan morfin tak bisa mengurangi rasa sakitnya. Dalam kasus saya, saya tahu bahwa kemoterapi tak akan membantu, terutama setelah kanker kedua menyerang saya.
Pertanyaan: Anda sudah berjuang melawan kanker sejak bertahun-tahun lamanya. Apa yang dikatakan dokter? Apakah Anda memiliki kesempatan?
Saya hampir menyerah. Dokter hanya bisa memberikan kemoterapi, yang ia sendiri tahu takkan berpengaruh pada saya. Mengetahui hal ini, saya beralih pada Keladi Tikus, bukan karena saya mempercayainya. Kenyataannya, kesan pertama saya adalah menjijikkan. Untungnya, istri saya percaya dan ia mau bergantung pada harapan sekecil apapun. Saya menjadi semakin skeptis setelah mengetahui bahwa ini hanya sebuah tanaman. Seorang teman yang memberikan Keladi Tikus pada saya juga mengalami kanker paru-paru. Dokternya mengetahui bahwa ia tak bisa dioperasi karena kankernya telah menyebar di seluruh bagian paru-paru. Mereka membiarkannya, tak melakukan apa-apa. Ia seharusnya meninggal setelah empat bulan, tapi itu tidak terjadi.
Malahan ia merekomendasikan Keladi Tikus pada saya. Ia memberikan Keladi Tikus sendiri, dan istri saya percaya padanya. Karena tak ada ruginya, maka saya pun meminum sarinya. Rasanya tidak enak. Saat saya mengkonsumsi Keladi Tikus, rasa sakit karena kanker menghilang hampir dalam sekejap. Saya pikir jika saya mengkonsumsinya setiap hari, saya bisa meninggal dengan terhormat.
Awalnya saya mengkonsumsi dengan enggan.. sampai dua minggu kemudian — saya sadar bahwa ini cukup ilmiah. Saya memutuskan untuk mencoba. Saya kembali ke dokter saya dan meminta kemoterapi sembari mengkonsumsi Keladi Tikus — ini lebih kepada pembalasan untuk membunuh sel-sel kanker itu sebelum mereka membunuh saya! Dan setelah itu, kanker tak pernah muncul lagi.
Pada awalnya, saya mengkonsumsi sari Keladi Tikus tiga kali 50 gram per hari. Saat itu berat saya setengah dari saat ini. Berat saya sekitar 45 kg. Sekarang saya 77 kg. Saya selalu bersikeras dan memberitahu semua orang: tak ada salahnya.
Pertanyaan: Masyarakat bersikap skeptis tentang ini. Saat Anda mengkonsumsi Keladi Tikus, hal itu bisa mempengaruhi kemoterapi. Anda bilang Anda mengkonsumsi Keladi Tikus sembari menjalankan kemoterapi. Apa ada pengaruhnya bagi perawatan Anda?
Saya menjalankan keduanya. Saat itu saya tak risau apakah ini akan mempengaruhi kemoterapi atau tidak. Kemoterapi saja tidak efektif. Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk tetap hidup?
Pertanyaan: Saat Anda selesai dengan kemoterapi, apakah Anda melanjutkan konsumsi Keladi Tikus?
Oh, ya. Dari sudut pandang kesehatan — setelah operasi, radioterapi, dan kemoterapi — tak ada apa-apa lagi untuk pasien kanker. Jika sel kankernya masih hidup, itu berarti tinggal menunggu kematian.
Setidaknya sekarang kita memiliki Keladi Tikus yang relatif tidak berbahaya. Saya telah mengkonsumsinya selama dua sampai tiga tahun. Saya meminum sarinya tiga kali sehari selama beberapa bulan. Setelah itu saya mengurangi dosisnya menjadi dua kali sehari — mengkonsumsinya dengan sangat khidmat selama delapan setengah bulan. Kemudian saya melakukan check-up dan untungnya, kanker telah hilang.
Dokter tentu saja sangat senang akan hal ini. Saya pergi ke Australia untuk pemeriksaan kesehatan lainnya dan dokter di Australia mengkonfirmasi bahwa saya telah bebas dari kanker.
Setelah satu setengah tahun berjuang, saya dinyatakan bebas kanker pada 5 Agustus 1994. Semuanya tidak sia-sia. Sekarang saya berbagi kebahagiaan dengan Anda.
Kanker normalnya dipandang bukan hanya sebagai penyakit namun juga sebagai vonis kematian. Bagaimana mungkin kita menggantungkan harapan pada sesuatu sementara semuanya kelihatan tak berdaya? Kebanyakan orang menyerah saat menghadapi pengalaman yang sangat menyakitkan. Mereka berpikir tak ada gunanya untuk terus hidup. Kematian yang singkat lebih baik. Saya menolak untuk menerima kekalahan. Hidup terlalu penting untuk dihancurkan oleh musuh di dalamnya. Saya harus melawan kanker secara fisik, emosi, dan psikologi dan saya menang.
”Terorisme” Sebagai Kanker Dalam Tatanan Bernegara
Terorisme, yang dipopulerkan oleh Amerika untuk menyebut kelompok penyerang gedung kembar WTC di New York pada 11 September 2001 kini mulai menghantui juga di Indonesia. Sejak kejadian Bom Bali 1 & 2, pengeboman hotel JW Marriots di Jakarta, dan terkahir munculnya gerakan bersenjata di Aceh yang ditengarai akan melakukan aksi pembunuhan dan makar terhadap simbol simbol kenegaraan, dan terkini melakukan perampokan Bank CMB Niaga di Sumatra Utara yang ternyata berdasarkan identifikasi kepolisian ada dan berkaitan dengan para kelompok teroris di negeri ini.
Meskipun dari kepolisian tidak surut melakukan perburuan, penggerebekan dan penangkapan para pelaku dan pimpinan dari mereka, aksi dan gerakan sejenis seakan tidak pernah surut samasekali. Bahkan, setiap penggerebekan dan penagkapan para pelaku, selalu ditemukan orang – orang baru.
Bahkan, ramai diperdebatkan para pengamat dan pakar bagaimana para pelaku teror yang sudah menjalani vonis hukuman supaya tidak kembali ke jalan semula. Pola pergeseran teror yang dinamis dan tidak mudah diprediksi pergerakannya membuat para pengamat hanya terlihat pandai bersilat lidah dan prediksinya sering hanya isapan jempol belaka. Ternyata, tidak sedikit juga mereka yang selesai menjalani hukuman langsung kembali lagi ke jalan semula, pilihan yang menurut keyakinannya sudah bulat dan susah untuk dibina kejalan yang benar.
Sepertinya, ideologi para ”Teroris” di manapun tidak mudah tergoyahkan dan sulit untuk disembuhkan ke akar penyakitnya, sehingga usulan tidak ada remisi untuk narapidana teroris oleh para pengamat di Indonesia sepertinya juga tidak akan menyelesaikan masalah. Bagai penyakit yang sulit ditemukan obatnya seperti ”kanker dalam tatanan hidup bernegara”.
”Teroris” Bukan Lahir Dari Tatanan Negara, Tetapi Dari Penyimpangan Para Pelaksananya.
Bangsa Indonesia yang membangun dasar negara atas dasar nilai luhur dan budaya nenek moyang kita sudah disepakati memakai Pancasila dan UUD 45 sebagai amanah yang harus dijalankan dalam setiap sendi kehidupan. Sebagai bangsa yang berbhineka tunggal ika, mengandung makna yang sangat dalam dan mengakomodasi dan menerima saudara sesama di negeri ini sebagai bagian keluarga yang dengan perbedaannya baik dari ras, suku, agama dan keyakinan, serta warna kulit tidak ada bedanya di depan hukum.
Falsafah Pancasila tidak bertentangan sedikitpun dengan ajaran agama yang berkembang di negeri ini, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, maupun keyakinan lain. Sehingga kelompok kelompok yang mengatasnamakan agama dan keyakinan kemudian berniat kekuatan yang bertujuan menggulingkan dan mengganti falsafah dan simbol negara sungguh tidak masuk akal.
Kelompok Teroris yang belakangan ini frontal dan mengorganisasi kekuatan untuk melawan kekuasaan, sesungguhnya hanyalah bentuk pemberontakan terhadap ketidak puasan dan rasa frustasi atas penyimpangan yang buruk para pelaksana pemerintahan.
Para pelaksana pemerintah yang korup di banyak lini, baik eksekutif kekuasaan mulai dari Presiden sampai level terkecil banyak diindikasikan tidak amanah dan korup. Juga lembaga legislatif, yudikatif, dan para penegak hukum lain dimana seharusnya merekalah yang memberikan pelayanan masyarakat, tetapi malah sebaliknya.
Bibit penyimpangan pejabat pelaku pemerintah inilah yang sebenarnya merupakan awal dari tumbuhnya kelompok kelompok yang anti pemerintah. Sehingga untuk memerangi hal ini terjadi, bahkan menghilangkan sampai ke akarnya, pemerintahan yang bersih dari unsur korup, tidak mementingkan kelompoknya tetapi memihak kepada rakyat, merupakan senjata yang paling ampuh. Bagaimana dengan pendapat anda ?
0 comments:
Post a Comment