Kondisi Drop Setelah Suara di TPS-nya Nol
Djuhaedi Umbara, Ketua DPC Partai RepublikaN yang Alami Stroke Pasca Pemilu.
Perhitungan suara pemilu 9 April lalu hingga kini belum final. Bagi partai-partai yang persentase perolehan suaranya satu koma tentu saja waswas. Salah satunya, Partai RepublikaN Demak. Sang Ketua DPC, Djuhaedi Umbara, bahkan terkena stroke akibat suara partainya drop.
Kondisinya lemah. Kaki dan tangan kanannya sulit digerakkan. Suaranya juga terdengar pelo atau tidak jelas. Berdiri pun susah dan harus dituntun orang disampingnya.
Bahkan, untuk makan pun harus disuapi. Malam itu, tepatnya Senin malam (13/4), Djuhaedi tampak berbaring di sebuah kursi rumah kayu berbentuk sokowolu berukuran 7x10 meter berlantai polesan atau plester semen. Rumah Djuhaedi berada di Desa Kembangarum, Kecamatan Mranggen.
Meski fisiknya lemah, di teras rumahnya yang sederhana, Djunaedi masih menyempatkan memelototi televisi untuk memantau perkembangan suara partainya.
Ketua DPC Partai RepublikaN Kabupaten Demak tersebut beberapa hari lalu divonis dokter terkena gejala stroke. Dugaan sementara, Djuhaedi menanggung beban berat terkait pemilu.
Pria kelahiran Bangka Belitung, 26 Agustus 1949 tersebut rupanya sangat terpukul dengan perolehan suara partainya yang jauh dari harapan.
Partainya ditargetkan memperoleh 4 kursi di DPRD Demak dalam pemilu kali ini. Namun realitas yang ada, suara Partai RepublikaN tak sesuai target. Untuk memperoleh satu kursi saja sulit terwujud. Sebab, perolehan suara untuk sementara ini didominasi parpol besar.
Kendati fisiknya drop, di sela-sela menonton televisi bersama Retno Sayekti, 53, sang isteri, Djuhaedi masih bersedia menerima tamu. Termasuk menemui wartawan yang kemarin malam datang ke rumahnya bersama anggota Panitia Pengawas Lapangan (PPL) Desa Kembangarum.
Pria yang sudah puluhan tahun menekuni usaha rongsokan itu tidak banyak bicara. Sebab kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk itu. Retno Sayekti menuturkan, sebelum aktif sebagai fungsionaris Partai RepublikaN itu, suaminya sejak purna tugas sebagai polisi pada 1993 lalu berkecimpung sebagai kader PDIP hingga 2007.
Saat itu, ia ingin menjadi anggota DPRD Demak. Namun, karena cita citanya kandas, akhirnya Djuhaedi memutuskan untuk keluar dari kader partai.
Pada 2008, ia bergabung ke Partai RepublikaN. Dia menjabat sebagai Ketua DPC RepublikaN Demak. Saat ramai pencalegan, Djuhaedi justru tidak mencalonkan diri sebagai caleg.
Sebaliknya, Djuhaedi sangat berharap ada kader partai yang mau maju sebagai caleg. Akhirnya ada 9 caleg yang mendaftarkan diri sebagai caleg DPRD Demak.
Para caleg RepublikaN antara lain mencalonkan diri di daerah pemilihan (dapil 5) meliputi Kecamatan Mranggen, dan Karangawen. Nah, pada saat hari H pemilihan, Djuhaedi menggunakan hak pilihnya di kampungnya, tepatnya di TPS 4 Desa Kembangarum, Mranggen. Sampailah pada penghitungan suara.
Ia pun sibuk memantau perkembangan rekapitulasi suara. Sekian lama memelototi proses tersebut, dia mendadak kaget dan terkejut. Sebab, di TPS tempat ia menyontreng, partainya RepublikaN tidak mendapatkan suara satu pun alias nol.
“Hasilnya nol,” ucap Djuhaedi dengan suara agak tidak jelas. Berikutnya, dia tambah terkejut saat mengikuti rekapitulasi suara di kantor Kecamatan Mranggen pada Minggu (12/4) lalu. Sebab, hasil rekapitulasi partainya juga tak meraup suara.
Padahal saat itu Djuhaedi berangkat ke lokasi rekapitulasi pada pagi buta. Ia pun menunggu dengan sabar hingga sore hari. Hingga akhirnya dengan tubuh lemas dan kurang tenaga, Djuhaedi pulang ke rumahnya di Desa Kembangarum.
Sesampainya di rumah, Retno Sayekti merasa ada kejanggalan pada diri suaminya. “Bapak di rumah tiba-tiba menjadi pemurung,”ujar Retno. Kekhawatiran Retno pun bertambah. Sebab, saat berjalan, kaki suaminya sebelah kanan terlihat diseret-seret, tidak normal lagi berjalan dengan tegak.
“Waktu itu saya bertanya dalam hati, kenapa suami saya kok jalannya begitu,” katanya menuturkan. Sehari berikutnya, yakni pada Senin (13/4) lalu, kondisi suaminya tambah parah. Sebab, nada bicaranya makin pelo (tidak jelas atau cedal).
Meski begitu, Djuhaedi tetap menyempatkan terus memantau berita, baik melalui koran maupun televisi. Sebagai isteri, Retno pun makin khawatir. Dia lantas membawa suaminya ke Rumah Sakit Pelita Anugrah Mranggen untuk diperiksakan kesehatannya.
Saat di rumah sakit itulah, dokter memberitahu bahwa suaminya terkena gejala stroke. Berdasarkan keterangan dokter yang merawatnya, stroke menyerang Djuhaedi karena yang bersangkutan menanggung beban berat sekaligus kecapekan.
“Oleh dokter sebenarnya disarankan untuk rawat inap saja di rumah sakit. Tapi, bapak tidak mau,” tuturnya. Suaminya ingin pulang ke rumah dan berharap masih bisa memantau perkembangan suara partai yang dipimpinnya itu.
Di rumah, Djuhaedi menjalani pengobatan alternatif. Saat ditanya berapa uang yang dikeluarkan untuk memperjuangkan partai dan calegnya yang maju dalam pemilihan? Djuhaedi tidak menjawab. Retno pun tak tahu masalah itu.
Retno menuturkan, kini suaminya harus disuapi saat makan. Sebab tangan kanannya tak bisa digerakkan secara bebas. Menurut Retno, Djuhaedi harus dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara, Semarang untuk menjalani perawatan lanjutan.
Sebab, penyakit strikonya makin menjadi jadi. “Tangannya tidak bisa digerakkan.” Retno menduga, suaminya mengalami stroke lantaran kecewa dengan perolehan suara partainya yang jauh di bawah standar. Menurut dia, sebagai Ketua DPC RepublikaN, suaminya menargetkan 4 kursi di DPRD Demak.
Namun yang terjadi, perolehan suara partainya sama sekali tak menggemberikan. Padahal dalam perkembangan yang ada, dari beberapa kecamatan, suara sementara RepublikaN mencapai sekitar 3.836 suara. “Beliau suka berorganisasi di partai. Saat ini sebenarnya bapak mengidolakan Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai pemimpin negeri ini,” pungkas Retno.
0 comments:
Post a Comment